Orang Tua Santri
Kehebohan persiapan masuk pesantren ternyata tidak hanya dialami oleh calon santri tapi juga orang tuanya. Meskipun kehebohan yang dirasakan berbeda, namun tetap menyisakan perasaan yang tidak biasa. Saya mengerti ini karena banyak orang tua yang bertanya kami harus bagaimana jika ingat anak di pesantren, boleh nggak kalau kami tiba-tiba hadir ke datang ke pesantren dan pertanyaan yang mengarah ke kegalauan yang lainnya.
Sangat wajar jika ada semacam perang emosi pada orang tua, mau nggak tega tapi ini harus, mau tega tapi ngebayangin anak-anak harus nyapu, ngepel, nyuci piring, ngantri, berbagi banyak hal dengan teman-temannya kok muncul perasaan khawatir yang menggoda menjelang jadwal masuk pesantren, terutama untuk yang baru pertama kali.
- Hasan Abdullah Sahal, salah satu kyai dan sesepuh pesantren Gontor Ponorogo, berpesan tegas kepada para orang tua santri. Bahwa ketika memutuskan memondokkan anak ke pesantren, wali santri wajib TITIP dengan sepenuh hati. Titip yang beliau maksud adalah akronim dari tega, ikhlas, tawakkal, ikhtiar dan percaya, kelima sikap ini akan menjadi rambu-rambu bagi orang tua selama putra putri belajar di Pesantren. Pesan ini tentu juga berlaku untuk semua orang tua santri dimanapun berada.
Pesantren Jagat `Arsy sebagai salah satu pesantren terbaik di Tangerang Selatan menyadari betul bahwa ketika orang tua memutuskan memilih pesantren sebagai partner dalam proses pendidikan anak, maka sejatinya orang tua pun ikut berproses menjadi santri. Mulai dari sibuk menyiapkan perlengkapan, sampai dengan harus menahan rindu untuk tidak bertemu dalam kurun waktu tertentu. Oleh karenanya dibutuhkan tips khusus agar setiap proses dapat dinikmati dengan ikhlas, menyenangkan dan khusnul khotimah sampai akhir tahun pelajaran.
Agar aman, tenang dan nyaman orang tua santri cukup menyediakan beberapa bekal selama perjalanan membersamai santri menuntut ilumu. Bekal tersebut yaitu KOPI, ROTI rasa TERI pasti akan ASIK sekali, dengan bekal ini insya Alloh segala dinamika, angin badai dan gelombang yang menerpa selama proses menuntut ilmu akan bisa dilalui, meskipun tetap membutuhkan kesungguhan niat dan keteguhan hati.
Ko-pi (KhusnudzOn & Positif thInking)
Khusnudzon dan positif thinking ibarat dua lensa kacamata yang akan menjadi filter penglihatan kita. Dua hal ini penting dimiliki oleh orang tua karena berita tentang dinamika berpesantren yang akan diterima nanti bisa jadi akan amat sangat beragam. Ada yang menyenangkan namun tak jarang yang kurang mengenakkan, terutama jika motivasi anak masuk pesantren karena mengikuti orang tua.
Akan banyak alasan yang dimunculkan oleh anak sehingga membuat orang tua goyah dan sampai akhirnya memutuskan mengikuti kemauan anak untuk pindah. Dengan menggunakan kacamata kopi -khusnudzon & positif thinking- orang tua bisa menyikapi dinamika santri dengan seperlunya dan tidak berlebihan apalagi sampai menyalahkan pihak guru ataupun pesantren
Ro-Ti, pROses – obyekTIf
Proses
Proses yang dimaksud disini tidak hanya proses santri dalam menuntut ilmu namun juga proses orang tua yang juga terlibat untuk menuntut ilmu. Beberapa testimoni orang tua alumni pesantren Jagat `Arsy menyatakan bahwa salah satu yang menguatkan orang tua mendampingi santri selama berpesantren adalah orang tua yang juga ikut berproses. Karena di pesantren diajarkan hal yang baik, maka kami di rumah pun melakukan hal yang. Begitu yang disampaikan oleh beliau saat itu.
Hal-hal terkait ibadah amaliyah adalah salah satu yang menjadi peluang bagi orang tua untuk diikuti prosesnya. Karena anak di Pesantren Jagat `Arsy setiap malam melaksanakan tahajud, maka orang tua pun ikut melaksanakan. Pun ketika anak di pesantren melaksanakan dzikir setelah sholat orang tua juga ikut melakukan, sehingga ketika pulang ke rumah suasana rumah sudah seperti pesantren.
Objektif
Objektif adalah sikap netral dan tidak berpihak. Sebagaimana diketahui pesantren adalah laboratorium kehidupan, dinamika yang terjadi dalam kehidupan juga terjadi di pesantren Jagat `Arsy sebagai pesantren terbaik maupun di sekolah boarding terbaik lainnya. Perselisihan antar santri, pola komunikasi guru yang bisa jadi berbeda dengan pola komunikasi orang tua, dinamika pertemanan sampai perubahan jam biologis, berpotensi menimbulkan banyak ketidaknyamanan, disinilah sikap obyektif orang tua wajib untuk diperankan.
Objektif bukan tidak sayang, objektif adalah bentuk sayang sekaligus pendidikan kepada anak untuk mendudukan masalah sesuai dengan kadarnya. Dan pada waktu yang memberikan kesempatan kepada anak untuk menghadapi dan menyelesaikannya. Terlalu ikut campur dalam menyelesaikan masalah anak hanya akan menghambat proses kedewasaan mereka. Sebagaimana yang sering disampaikan oleh Ambu Jagat bahwa memudahkan itu melemahkan.
Te-Ri, Tenang dan Klarifikasi
Teri yang ini masih berkaitan erat dengan roti yang sebelumnya. Teri yang ini adalah tenang dan melakukan klarifikasi jika mendapatkan informasi dari santri.
Dinamika di pesantren tidak terbatas pada hubungan antar santri, guru, kyai, manajemen tapi juga terkait dengan orang tua sesama santri, keluarga guru, keluarga kyai, karyawan namun juga makanan, lingkungan bahkan pelajaran dan juga praktek ajaran keagamaan. Karena fokus setiap anak yang tidak sama, membuat daya tangkap akan informasi dan berita berbeda-beda. Penerimaan informasi yang tidak lengkap dan diceritakan kepada orang lain termasuk orang tua akan menjadi sumber hoax jika tidak proses klarifikasi atau tabayyun dalam istilah islam.
Pesantren Jagat `Arsy yang terus berikhitiar menjadi pesantren terbaik, sangat menekankan kepada orang tua santri, untuk tetap tenang ketika menerima berita apapun dari santri tentang apapun. Apa yang disampaikan oleh santri, orang tua hendaknya memilih dan memilah, apakah ini berhubungan langsung dengan anak kita, atau anak kita hanya mencari obrolan yang menarik saja. Jika ternyata berita yang disampaikan anak kita meresahkan dan membuat kita tidak tenang, maka orang tua wajib untuk mengklarifikasi melalui pihak sekolah.
Harapannya dengan melakukan proses klarifikasi atau tabayun, kita sebagai orang tua bisa obyektif dan proporsional dalam bersikap, sekaligus kita bisa meluruskan apa yang menjadi pemikiran dari anak-anak kita. Bukan sebaliknya, terbawa oleh pendapat anak yang bisa jadi hanya asumsi dan bukan informasi yang valid.
As-Ik – ekspektAS – IKhlas
Ada sebuah syair dalam kitab ta`lim muta`alim yang masyhur di lingkungan pesantren menjelaskan bahwa salah satu syarat keberhasilan menuntut ilmu adalah membutuhkan waktu yang panjang. Selain itu proses pendidikan tidak hanya berorientasi kepada penguasaan ilmu namun juga perubahan sikap dan tingkah laku. Orang tua sebagai investor utama dalam proses pendidikan anak hendaknya mengatur ekspektasi maupun harapan dalam hal perkembangan santri.
Ketika dua puluh santri berkumpul dalam satu kamar yang sama, belajar di kelas yang sama, mempelajari hal yang sama, makan dari hasil yang sama ternyata hasil yang muncul tidak sama. Santri yang telah berpesantren selama enam tahun tentu beda dengan yang berpesantren baru satu tahun. Apalagi variabel untuk sukses menuntut ilmu di pesantren tidaklah singel namun sangat komplek meskipun tetap berhubungan.
Ikhlas adalah bungkus akhir yang meliputi beberapa hal diatas. Ikhlas tidak hanya untuk hal yang tidak menyenangkan tap juga sebaliknya. Orang tua ikhlas anaknya dibangunkan jam tiga pagi, orang tua ikhlas anaknya berngantuk-ngantuk di masjid dan juga orang tua ikhlas anaknya tidak menyentuh gadget setiap hari.
Semua hal yang kurang menyenangkan yang dihadapi anak di pesantren adalah pembelajaran yang sebenarnya. Tantangan-tantangan yang muncul akan menguatkan mereka, kesulitan-kesulitan yang datang akan mendewasakan mereka, sebagaimana yang dikatakan oleh ust. Andriano Rusfi, seorang psikolog senior bahwa pendidikan yang tepat untuk mendewasakan adalah dengan mendekatkan dengan kenyataan, dan lingkungan pesantren adalah miniatur kehidupan masyarakat.
Alloh berkahi semuanya, segalanya, selamanya. Amiin