PERAN PERPUSTAKAAN DI ERA DISRUPSI

admin admin
6 Min Read

Senayan, Jumat, 29 November 2019 – 14.00

Perpustakaan Kemendikbud, menyelenggarakan Pekan Perpustakaan Kemendikbud dari tanggal 25 November s/d 1 Desember 2019. Dan Pada hari ini Jum’at ( 29/11) Bertepatan dengan ulang tahun ke 15 Perpustakaan Kemendikbud RI. Saya sebagai pustakawan Jagat Arsy mendapatkan kesempatan menghadiri Pekan Perpustakaan Kemendikbud di hari ke-5 dalam sesi dengan ATPUSI ( Asosiasi Tenaga Perpustakaan Sekolah Indonesia ) yang mengangkat tema “ Transformasi Perpustakaan Sekolah di era Disrupsi”. Acara yang bertempat di Ruang Serbaguna Perpustakaan Kemendikbud RI ini dihadiri lebih dari 100 orang lebih, berasal dari pustakawan, guru dan juga penggerak literasi sekolah dari berbagai wilayah di Indonesia.

Acara yang bertajuk Morning Talk bersama ATPUSI tersebut dimulai jam 09.00 tepat. Ada tiga pembicara yang kompeten dibidangnya yaitu; Dirjen GTK Kemendikbud RI yang diwakili oleh Bp. Ade Erlangga Masdiana, Ismail Fahmi, Ph.D ( Founder IOS dan Drone Emprit, pakar bidang literasi digital dan Informasi) dan , Ihsanuddin M.hum ( Ketua Pengurus Pusat ATPUSI). Tiga pembicara dalam diskusi ini memaparkan begitu banyak ide dan pemikiran yang menggugah dan inspiratif.

Salah satu pembicara yaitu Ismail Fahmi Ph.D, salah seorang pakar dibidang digital litarasi dan informasi ini memaparkan bagaimana fenomena “banjir informasi” yang melanda masyarakat Indonesia. Beliau mencontohkan sebuah kasus, di sebuah desa yang pernah beliau kunjungi, dimana anak-anak kecil disana sudah menggunakan gadget, smartphone tanpa adanya pengawasan dari orangtua. Meraka dibiarkan mengakses informasi tanpa adanya pendampingan. Beliau mengumpamakan fenomena ini seperti orang tua yang memberikan sebuah mobil kepada anaknya, tanpa dilatih terlebih dahulu cara menyetir, tanpa SIM dan tanpa pengetahuan yang cukup. Tentu kita bisa membayangkan apa yang terjadi. Hal itulah yang sebenarnya melanda anak-anak kita. Hal ini bahkan juga terjadi di perkotaan, banyak orang tua yang membiarkan anak mereka asyik duduk dengan gadgetnya dengan alasan mereka sibuk, dan sebagainya.

Kemudian Beliau melanjutkan dengan menyajikan berbagai macam data terkait fenomena hastag yang cenderung kontraproduktif di media sosial. Banyaknya hoaks yang beredar, adanya konten pornografi, konten negatif dan kebencian, yang kesemua itu sebenarnya ancaman yang nyata untuk generasi bangsa Indonesia. Beliau memaparkan sebenarnya sudah ada berbagai platform yang mencoba untuk mencegah itu, beliau mencontohkan seperti cheking fakta, FaktaBarii.edu, Cyber Kreasi, Indonesia Baik, dll. Kesemua itulah yang seharusnya menjadi tantangan khusus bagi pendidikan , khususnya perpustakaan untuk mengambil peran strategisnya. Dimana literasi informasi dan literasi digital media menjadi kuncinya. Lebih lanjut Ismail Fahmi mencontohkan di Finlandia, dia mengisahkan kalau literasi ini sudah masuk dalam kurikulum pendidikan di negara tersebut. Mungkin di Indonesia belum sampai pada kurikulum, tetapi peranan literasi informasi ini menjadi sebuah keharusan yang harus dijalankan oleh penggerak litarasi dan perpustakaan.

Terakhir dia memberikan ide terkait peranan perpustakaan dalam menghadapi fenomena ini. Dimana perpustakaan diharapkan menjadi sumber tempat akses, menjadi penggerak literasi dimana kemampuan siswa yang literate yang mampu memanfaatkan teknologi, mampu bagaimana menghadapi cyber bulyying, mampu menjaga privasi dll. Perpustakaan tidak hanya menyediakan tempat tetapi juga mempunyai kegiatan yang edukatif dan rekreatif sehingga menarik untuk menggerakkan semangat literasi informasi sebagai bekal dalam menghadapi gelombang informasi yang luar biasa.

Kemudian dilanjutkan oleh Ihsanuddin M Hum. Ketua PP ATPUSI ini membuka diskusinya dengan menjelaskan berbagai fenomena perpustakaan sekolah di Indonesia. Banyak sekali perpustakaan yang belum melaksanakan kegiatan literasi informasi dan digital. Tantangan di era dsirupsi, dimana semua berubah dengan cepat, tatanan dan aturan perpustakaan sekolah harus mampu menyesuaikan generasi. Dimana kita menghadapi generasi milenial dan juga generasi Z. Aturan perpustakaan seharusnya bisa disesuaikan, tidak kaku dan lebih rekreatif, tentu dengan batasan-batasan yang ada.

Berbicara tentang disrupsi, kuncinya adalah gadget. Inilah instrumen utama yang membawa pengaruh besar dalam tata kehidupan masyarakat Indonesia. Beberapa sekolah mungkin masih membatasi penggunaan Gadget dengan berbagai alasan, termasuk disekolahnya ( ed. MAN IC Serpong) yang masih mempunyai aturan ketat terhadap penggunaan gadget dan laptop. Tentu ini bisa dibenarkan, tetapi banyak orang seringkali terfokus pada efek negatif dari gadget, dan melupakan sisi positifnya. Hal inilah yang harus kita siapkan, dimana kita tidak salah dalam menggunakan gadget, kitalah yang memanfaatkan teknologi dan bukan teknologi yang memanfaatkan kita.

Dalam sesi tanya jawab, dibuka 3 pertanyaan dan saya menjadi salah satu penanya nya. Saya menanyakan, lebih tepatnya mempertanyakan letak komitmen dan kreativitas yang harus dibangun dan dikembangkan bagi seorang pengelola perpustakaan untuk mengambil peran strategis dalam menghadapi era dsirupsi tersebut. Dan setelah mendapat respon dari beberapa pembicara, akhirnya saya terpilih menjadi salah satu yang berhak mendapatkan sebuah buku dari Ismail Fahmi dengan judul “Membaca Indonesia”. Dan akhirnya sesi ini ditutup menjelang sholat jumat.

Abduh Muhammad
(Pustakawan Jagat Arsy dan ketua ATPUSI Tangsel)

Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Skip to content