Anak-anak adalah harapan orang tua, apapun latarbelakang sebuah keluarga seorang anak tetaplah tumpuhan harapan, cita dan mimpi orang tua. Begitupun sebaliknya, seperti apapun persepsi anak tentang orangtuanya, anak akan selalu merasa berhutang budi dan haruslah mewujudkan mimpi serta ekspektasi orangtuanya akan dirinya. Harapan-harapan orangtua ini tidak hanya dalam satu bidang saja. Melainkan kesuksesan seorang anak dalam segala aspek, pendidikan, rumah tangga, karier dan tentu saja agama.
Pengenalan agama pada masa kanak-kanak merupakan kewajiban bagi orangtua. Mustahil bagi seorang anak akan menjadi seorang yang taat beragama jika semasa kecilnya orangtua maupun lingkungannya tidak memperkenalkan hal sejenis. Penanaman nilai keagamaan menjadi sesuatu yang penting karena akan menjadi tonggak dan pegangan anak ketika nanti dewasa. Terlebih dari itu, kebutuhan akan Tuhan, kebutuhan akan sesuatu yang religius adalah kebutuhan dasar manusia, karena pada dasarnya beragama, mengenal Tuhan “Allah” adalah kebutuhan primordial manusia, sebagaimana yang Allah frimankan dalam Q.s Al-a`raf 172, tentang fitrah keberagamaan manusia
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?, Mereka menjawab “Betul (Engkau Tuhan Kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak menngatakan “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
Agama sebagai sendi kehidupan manusia sekaligus control perilaku membutuhkan metode pengenalan yang sesuai, mengingat pada usia kanak-kanak, anak-anak belum mengenal cara berfikir asbstrak, akan ada kendala jika anak harus menerima kenyataan bahwa mereka memiliki Tuhan “Allah” yang tidak berwujud fisik dan pengenalan tentang Allah yang bersifat abstrak lainnya. Hal ini diperkuat oleh pengalaman yan diterima pada dunia kanak-kanak yang hanya menerima sesutau yang konkrit, nampak dan dapat diindera.
Pengenalan tentang Tuhan maupun sikap keberagamaan lainya bisa dikenalkan melaui hal-hal yang bisa disesuaikan dengan perkembangan anak secara psikologis dan kejiwaan. Pada usia 0-7 tahun dimana kemampuan Indra dan Psikologis anak sedang berkembang, maka metode yang paling sesuai adalah dengan membiasakan dan melatih sisi afektif anak. Sedangkan pada usia 7-11 tahun dimana anak sudah mulai mengenal penalaran logis penanaman keagamaan bisa melalui dialog tentang penciptaan alam semesta dan logika kausalitas yang lainnya. Begitupun seterusnya.
Penulis: Maftuhah Umami