Kata siapa mulai berwirausaha itu harus sudah lulus kuliah? Kata siapa belajar berdagang itu harus sudah lulus SMA?
Pandangan semacam ini keliru karena pada hakikatnya, belajar berwirausaha haruslah sejak dini, hal ini dibuktikan langsung oleh Rasulullah SAW di mana beliau belajar berdagang sejak usia 12 tahun (jika dikonversi ke usia anak-anak sekarang, maka usia 12 tahun ini antara kelas 6 SD atau kelas 7 SMP). Dalam sejarahnya, pada saat usia belia seperti itu Nabi Muhammad SAW sudah diajak berdagang oleh pamannya, Abu Thalib, ke Syam.
Bahkan pada usia 17 tahun (kira-kira kelas XI atau XII SMA jika disejajarkan dengan usia anak sekarang), beliau sudah bisa menjadi pebisnis kelas internasional. Afzalur Rahman dalam bukunya yang berjudul Muhammad A Trader menyebut bahwa ketika usia beliau 17 tahun reputasi bisnisnya begitu bagus, sehingga terkenal luas di Yaman, Syiria, Yordania, Irak, Basrah, dan kota-kota perdagangan lainnya di jazirah Arab. Dalam berdagang, beliau juga terkenal karena kejujurannya sehingga melekat pada diri Nabi Muhammad SAW gelar “Al-Amin” yang artinya “dapat dipercaya”.
Dalam pada itu, Pesantren Jagat ‘Arsy hadir dengan visi melahirkan sumber daya manusia masa depan yang berjiwa enterpreneur. Visi ini lalu diperjelas dalam misi, yaitu menciptakan suasana pendidikan pesantren yang berbasis pada pengembangan jiwa wirausaha (enterpreneur).
Hal tersebut dibuktikan dengan aktivitas berdagang santri SMP-SMA pada setiap ada acara di Pesantren Jagat ‘Arsy. Mereka membuka stand dagang. Mereka terlihat puas dan bahagia saat dagangan habis. “Ada satu yang laku perasaannya senang banget.” Kata Mutiara Littewina penuh senyum. Lebih lanjut, santri Pesantren Jagat ‘Arsy kelahiran Serang ini mengaku bahwa jika laku habis dagangannya, keuntungan hasil usaha itu untuk kas kelas.
Kenapa demikian? “Karena modal usaha kita peroleh dari uang kas, jadi otomatis keuntungannya pun kembali ke kas kelas.” Aku Diva Ayu Kresna saat diwawancara bersama Ara—panggilan akrab Mutiara Littewina—oleh Jagat ‘Arsy Press. Lebih lanjut, santri kelahiran Jakarta itu menyarankan agar kegiatan berdagang bisa dilakukan secara rutin. “Iya saran aja, kalau bisa seminggu sekali gak apa-apa, dan kalau bisa kita diizinkan juga untuk berdagang sepulangnya dari rumah. Jadi kita pulang bawa dagangan untuk dijual di pesantren.” Ujar santri kelas IX ini penuh semangat.
Dengan kata lain, respon santri terhadap kegiatan berdagang ini sangat positif. Hal ini tak lepas dari manfaat yang mereka rasakan dari kegiatan berwirausaha ini. Di antara manfaat berwirausaha sejak dini adalah (1) mereka belajar bahagia, bahagia saat tahu bahwa apa yang mereka dagangkan dibeli orang sampai kemudian habis tak bersisa, (2) belajar manajemen keuangan sederhana, bagaimana cara memperoleh laba dari modal yang telah dikeluarkan, (3) belajar betapa susahnya mencari uang sehingga mereka bisa lebih menghargai pemberian orang tua kepada mereka, (4) belajar syukur dan sabar pada saat dagangan mereka laku ataupun tidak, dan (5) belajar menawarkan dan meyakinkan orang agar mau membeli dagangan yang dijajakan.
Motto Pesantren Jagat ‘Arsy yang sholeh, sehat, sukses, dan kaya raya itu pada gilirannya bukan hanya slogan semata, melainkan secara bertahap sudah diimplementasikan oleh civitas akademika Pesantren Jagat ‘Arsy.
Penulis: Aang Arwani Aminuloh