Adalah hal yang luar biasa jika anak usia 6-7 tahun mempertanyakan tentang Allah, namun bukanlah hal yang tidak wajar. Pertanyaan sejenis muncul “mungkin” disebabkan karena si anak sangat familiar dengan kata “Allah” tersebut, yang bisa saja dia dengar dari TV, guru, penceramah bahkan orang tuanya sendiri, namun dia tidak menemukan bentuk konkrit fisik (karena secara perkembangan kognitif, anak pada usia ini akan senantiasa mempersonifikasikan apapun dengan sesuatu yang konkret), maka muncullah pertanyaan tersebut.
Menjawab hal ini tentulah bukan hal yang mudah, terutama bagi orang tua, guru atau siapapun yang tidak memiliki pengetahuan tentang psikologi perkembangan maupun mereka yang minim pengalaman interaksi dengan anak dan ini akan berakibat pada jawaban yang akan disampaikan. Tentulah tidak sesuai jika pertanyaan si anak ini dijawab dengan logika orang tua, seringkali orangtua lupa bahwa anak bukanlah diri mereka, dan tentunya membutuhkan metode dan logika jawaban yang berbeda.
Tidak ada jawaban mutlak untuk pertanyaan seperti ini, karena semuanya akan dikembalikan kepada kondisi dan pengalaman si anak, tanggung jawab orang tua adalah memberikan pengertian kepada anak sesuai dengan logika dan pengalaman anak dengan menganalogikan terhadap hal-hal konkret yang bisa dimengerti oleh anak dengan tetap mempertimbangkan psikologis anak, seperti tidak memunculkan cerita atau jawaban tentang neraka atau siksa, karena hal ini akan memupuk jiwa takut kepada anak dan ketika dewasa akan berpengaruh terhadap gaya keberagamaanya, yakni karena ketakutan akan dosa dan neraka bukan karena kesadaran sebagai seorang hamba.
Penulis: Maftuhah Umami