Seni dapat diartikan sebagai bahasa yang paling universal untuk menyatukan, mempersatukan ummat. Bahkan Walisongo pada fase pertama penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, menggunakan seni sebagai wahana penyebaran agama Islam sehingga pada waktu itu berbondong-bondong orang bersyahadat. Sunan yang kerap menggunakan seni sebagai sarana dakwah adalah Sunan Bonang, dengan seni sastranya yang termasyhur ialah suluk, dan menambahkan “bonang” pada kesenian gamelan. Pendekatan seni yang digunakan oleh Sunan Bonang ini kemudian dilanjutkan oleh sang murid yaitu Sunan Kalijaga dengan seni wayang kulitnya yang paling populer. Ada pula Sunan Muria dengan tembang Sinom dan Kinantinya. Dengan kata lain, seni bernuansa islami sangat erat hubungannya dengan suksesnya islamisasi di Pulau Jawa. Kini, kesenian bernuansa Islam berkembang pesat, salah satunya hadroh. Hadroh sebagai seni tabuh sangat digemari oleh generasi muda, tak terkecuali santri Pesantren Peradaban Dunia Jagat ‘Arsy. Mereka biasa melakukannya dalam rangka mengiringi barzanji di malam Senin tiap minggunya, atau sebagai pembuka dalam setiap acara.
Pesantren Peradaban Dunia Jagat ‘Arsy memandang bahwa budaya adalah karunia dari Sang Khaliq, Allah SWT. Oleh karenanya, membudidayakannya merupakan bentuk rasa syukur atas karunia yang diberikan-Nya. Benar bahwa Pesantren yang melihat budaya sebagai nilai yang perlu dipegang erat ini memang terkenal dengan suasana yang lekat dengan unsur budaya itu sendiri. Terbukti dengan banyaknya patung wayang khas pribumi Indonesia, ornamen-ornamen bernuansa sunda, dan juga lonceng Genta Nada yang tak hentinya berbunyi di areal resepsionis menjadi bukti bahwa Pesantren Peradaban Dunia Jagat ‘Arsy Indonesia banget!
Penulis: Aang Arwani Aminullah
Editor: Fahmi Hayatudin