Asy-syaghof adalah sebuah lapisan yang menutupi kalbu seperti sebuah kulit luar yang membungkus melapisi qalbu. Kata ini biasanya disandingkan dengan kata hubb menjadi sebuah frase syaghafahul hubbu yang bermakna ‘ia telah dimabuk cinta!’. Kecintaannya telah menembus lapisan kalbunya. Frase tersebut merujuk kepada kisah Nabi Yusuf yang dicintai oleh istri Al Aziz saat beliau menjadi bujangnya seperti digambarkan dalam salah satu ayat Alquran Q.S Yusuf : 30.
Asy-Syaghof dipadankan artinya dalam bahasa Indonesia dengan fradse mabuk kepayang. Orang yang sedang kasmaran tingkah lakunya dianggap seperti orang yang sedang mabuk, pikir sadarnya sedang terliputi oleh aroma cinta yang kuat.
Tahukah anda bagaimana asal usul kata kepayang (kepahiang) akhirnya menjadi satu diksi yang disepakati untuk mendeskripsikan perilaku orang yang sedang mabuk asmara ?
Kepayang sebenarnya diambil dari nama kota, Kepahiang, di Bengkulu. Di kota tersebut banyak tumbuh pohon kepahiang yang apabila buahnya dikonsumsi langsung akan mengalami keracunan karena disebabkan unsur asam sianida yang dikandungnya. Orang yang sudah mabuk kepahiang akan susah disembuhkan, sehingga ini menjadi salah satu jenis racun yang digunakan untuk membunuh. Mabuk Kepahiang menjadi istilah yang terus dipakai oleh khalayak, namun seiring berlalunya waktu penyebutan kepahiang bergeser bunyinya menjadi kepayang, dan berubahlah istilah mabuk kepahiang menjadi mabuk kepayang.
Buah Kepahiang lebih dikenal dengan nama Pucung, kluwek atau Keluwek. Bagi para pencinta kuliner Rawon, Konro atau Gabus Pucung pasti akan langsung mengenalinya. Buah kepahiang yang sudah diolah menjadi bumbu masakan akan memberikan efek warna hitam pada kuah yang tercampur di dalamnya. Dan orang akan ketagihan apabila sudah menemukan sensasinya.
Bagi orang yang pernah merasakan jatuh cinta untuk yang kesekian kali pastinya akan sangat mudah mencerna kata mabuk kepayang. Dan begitulah kata asy-syaghofah itu dijelaskan oleh para ahli bahasa untuk menggambarkan bagaimana kedahsyatan cinta bila sudah menembus qalbu manusia. Asy-Syaghofah menjadi sinonim dari kata Mahabah dengan penjelasan makna yang menyiratkan kekalahan logika dalam bekerja di bawah pengaruh cinta.
Al Miqoh diartikan dalam bahasa Indonesia adalah jatuh hati. Perubahan bentuk kata dasar sesuai dengan fungsi katanya merujuk pada makna yang menjelaskan tentang orang yang jatuh hati atau jatuh cinta. Tidak ada penjelasan yang panjang lebar mengenai kata ini oleh para ahli bahasa.
Dengan demikian kita bisa menelisik bagaimana kata ini menjadi salah satu sinonim kata Mahabah yang menjelaskan sebuah kondisi hati yang sudah penuh dengan cinta. Kantung hatinya sudah tidak sanggup lagi untuk menampung derasnya hujan cinta. Kondisi inilah yang menyebabkan seseorang jatuh cinta.
Dalam pemaknaan kata ini sepertinya tidak ada rasa yang lain yang menyertai rasa utamanya. Dengan kata lain Al Miqoh menjelaskan sebuah kondisi hati yang nampaknya penuh dengan kebahagiaan, dengan tidak membiarkan rindu atau benci masuk dalam racikan rasa jatuh hati.
Rasa yang hadir dalam sinonim ini masih bersifat tunggal, sebuah orisinalitas rasa cinta. Mari kita umpamakan rasa murni dalam kata ini adalah seperti secangkir kopi, murni tanpa gula, pahit namun menyehatkan. Kopi hitam ini adalah sebuah orisinalitas kepahitan yang rasanya itu membuat penikmatnya selalu merasakan kerinduan untuk terus meneguknya lagi dan lagi.
RAJUK EMBUN
Dunia mengasing di balik kafilah awan
kilaunya sepi saja tanpa polesan dandan puan-puan
berwaktu waktu wajah sembab menahan
sakit, sebab cinta yang menahun
pada didih air sendu bersembunyi menguapkan rupa
oyong dan sawi mengelabui pagi menanti hidanganmu nona
kau masih membisu seperti rajuk embun pada arunika
cintamu membeku dalam puasa kata-kata
lihat saja cermin yang juga berpuasa
mulutnya bersemedi tapa suara
perjalanan asmaraloka singgah di rentang masa
menimang jarak dan menghitung goresan lara
bahtera ini berkali kali berlabuh di dermaga
mengambil bekal kesabaran yang tercecer di samudera
saat badai memburu kau dan aku hingga ke buritan
dan berulang kali kita ambruk dalam terpaan
dalil dalil asmara berkumandang mesra
seperti adzan magrib yang dinanti senantiasa
gelombang ini takkan menyerah memburu samudera
kita yang satu dalam kayuh dayung mulai senja
perjalanan ego berkelana membersamai gulana hujan
tikaman rindu dendam berotasi dalam putaran
mencintai dan melukai serupa lapar dahaga berkelindan
perjuangan cinta mencatatkan lembaran kisah kita yang menawan
coach Tata
Tangsel 25 Maret 2021