Ifra Ahyan Fadia Muchty, kelahiran Tangerang, 21 Maret 2008. Anak tunggal dari pasangan ayah Ferry Hendra Muchty dan bunda Siti Masruroh. Tunas adalah panggilan kesayangan bunda untuk Ifra. Sangat unik memang. Ketika bundanya ditanya, apa alasan bunda menggunakan kata “Tunas” untuk memanggil Ifra, jawaban bunda, karena bunda sangat sayang dengan Ifra. Masya Allah. Saat ini Ifra sudah menduduki kelas 9.
Ketika awal Juni, Jagat ‘Arsy sedang menjalani masa PAT (Penilaian Akhir Tahun). Mata pelajaran Seni Budaya mengharuskan kelas 8 untuk membuat kelompok lalu menarikan salah satu tarian daerah. Semalam sebelum take video dengan pakaian tari tradisional, Ifra dan kelompoknya latihan dengan maksimal di aula tengah asrama putri. Santri yang lain pun berlatih juga dengan tarian yang berbeda-beda tiap kelompoknya.
Karena tempat berlatih berpusat hanya di aula tengah asrama dan semua kelompok berlatih menggunakan pengeras suara, aula tengah asrama berubah menjadi panggung dimana suara musik tari tradisional saling bersahutan. Saat kelompok Ifra sedang berlatih, salah satu temannya meninggikan volume pengeras suara karena suara musiknya kurang terdenger oleh kelompok mereka, karena kelompok lain pun menyetel musik dengan volume tinggi. Tapi, Ifra malah mengecilkan volume dengan alasan, kelompok lain juga sedang berlatih, jadi lebih baik mereka yang mengalah untuk mengecilkan volume, yang terpenting suara musiknya tetap terdengar oleh kelompok mereka.
Jika dilihat dari posisi Ifra sebagai anak tunggal di keluarga, sikap mengalah sepertinya tidak di alami Ifra. Namun, ketika di asrama, Ifra dengan dewasanya sempat memikirkan orang lain dan mengajak teman-temannya juga untuk mengalah dengan kelompok lain. Di beberapa kesempatan lain juga saya pernah melihat Ifra mendahulukan orang lain. Tidak suka terburu-buru juga tidak suka di buru-buru. Santai tapi tetap tepat waktu.
Sikap dewasanya makin bertambah sekarang. Saat ini Ifra sudah kelas 9 dan memiliki adik kelas 2 tingkat. Ifra tidak memiliki adik kelas yang sangat dekat seperti beberapa temannya. Tapi Ifra berteman dengan siapapun, kakak kelas maupun adik kelas. Tidak pilih-pilih.
Sikap dewasa ini tentu dibentuk oleh orangtua dan lingkungan keluarganya. Ditambah, lingkungan pesantren dimana membuat Ifra harus pandai bersosialisasi dengan teman-temannya yang usianya di atas dan di bawah usia Ifra.
Selama Ifra di pesantren pun, Ifra jarang sekali memiliki konflik yang Panjang dengan temannya ataupun bermusuhan. Bukan berarti Ifra tidak pernah berantem dengan teman seangkatannya. Ketika ada masalah dengan temannya, Ifra memilih diam dan tidak mau memperpanjang masalah tersebut. Lagi-lagi Ifra memilih mengalah. Karena menurut Ifra, jika masalah tersebut diperpanjang, bukannya membuat masalah itu akan selesai. Justru malah makin memperpanjang debat, cekcok, alias adu mulut dengan temannya dan mungkin akan berujung menjadi permusuhan. Tentunya itu akan membuat Ifra dan temannya tidak nyaman.
Tapi setelah mengalami debat ringan, Ifra dan temannya kembali berteman dengan baik. Tentunya tidak mudah berteman dengan siapapun. Karena harus memikirkan perasaan orang lain, menahan ego, menjaga ucapan, dan lainnya. Namun, dengan seiring waktu, semakin lama hubungan pertemanan, semakin sering mengalami konflik, justru semakin membuat hubungan pertemanan semakin dekat.
Di Angkatan kelas 9 tahun ini, problem seputar pertemanan semakin berkurang dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan kami guru asrama jarang sekali mendapat laporan dari kelas 9 sejak tahun kemarin, saat mereka kelas 8, tentang problem seputar urusan pertemanan. Tidak adanya laporan bukan berarti tidak ada masalah. Masalah pasti tetap ada. Tapi sepertinya mereka sudah semakin saling memahami tentang sifat dan kepribadian masing-masing temannya. Sehingga mereka bisa menyelesaikan problem yang di hadapi.
Saat ini, tidak hanya Ifra saja yang bertambah dewasa soal sikap dan lainnya. Teman-teman sekelasnya pun juga mengalami hal itu. Tapi mereka tetap anak-anak yang mesti harus di bimbing dan di awasi. Karena bertambah usia, maka strategi penyelesaian problemnya juga berbeda. Supaya mereka belajar dari setiap problem yang ada.
Semoga hubungan pertemanan mereka tetap terjalin dengan baik sampai mereka sudah menyelesaikan studinya dari Jagat ‘Arsy. Ini bukti bahwa pesantren membuat seseorang bisa belajar banyak soal sosialisasi yang nantinya bisa mereka terapkan dalam kehidupan bermasyarakat.